Author : Siti Nur Halimah
5 Views
Sociopreneur, Pilihan Karir Berorientasi Pembangunan Masyarakat
Bagi teman-teman kita yang bergelut dalam dunia bisnis, pembahasan mengenai wujud kontribusi nyata bagi masyarakat, mungkin masih seringkali menjadi pertanyaan tersendiri. Banyak yang bertanya-tanya, benarkah cukup dengan infak saja, mereka sudah dapat dikatakan berkontribusi secara optimal bagi negeri ini. Tidak adakah wujud sumbangsih lain yang dapat mereka lakukan lagi, di samping target bisnis yang setiap harinya semata mengejar profit?
Berbisnis dengan paradigma “Sociopreneur”, barangkali tepat kiranya menjadi salah satu jawaban atas kegundahan rekan-rekan kita yang mengambil peran melalui bidang bisnis. Sociopreneur sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai seorang pebisnis sekaligus seorang aktivis sosial. Konsep sociopreneur ini dalam prakteknya juga sudah banyak dijumpai di lapangan, tidak hanya diterapkan oleh kalangan pebisnis nasional namun juga pebisnis dari mancanegara.
Lantas, bagaimanakah wujud berbisnis dengan paradigma sociopreneur?
Author : Irfan Yulianto
5 Views
Umar mendudukkan akal & perasaan
Penggunaan akal dan perasaan, seringkali dalam prakteknya masih dijumpai banyak permasalahan. Ada orang-orang yang keliru memahami fungsi dan kedudukannya, ada juga yang masih kebingungan menggunakannya, ketika dituntut untuk memutuskan sebuah respon/tindakan cepat atas suatu persoalan tertentu. Jika polemik ini tidak dipahami dengan benar, tentu akan banyak menimbulkan kemudhorotan.
Salah satu figur yang dapat kita teladani dalam hal mendudukkan akal dan perasaan secara seimbang, barangkali bisa kita temukan dalam diri khalifah Umar bin Khattab. Ya, meski kita tahu sosok sahabat Rasul ini dahulunya adalah seseorang yang cukup emosional, namun di kala beliau menjabat sebagai seorang khalifah, beliau terbukti berhasil dalam memanajemen akal dan perasaannya tersebut. Untuk lebih memahami hal itu, kita bisa mengulasnya melalui beberapa kisah sejarah. Salah satunya, ketika beliau dihadapkan pada peristiwa-peristiwa emosional yang menuntutnya untuk merespon secara tepat atas kejadian-kejadian tersebut.
Seperti apakah wujud penerapan yang seimbang antara akal dan perasaan sebagaimana yang dicontohkan oleh khalifah Umar? Pelajaran penting apakah yang dapat kita ambil dari beliau dalam kaitannya dengan mendudukkan akal dan perasaan?
Author : Ayu Fitriani
5 Views
Peran Dakwah dalam Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama
Hidup dalam keberagaman memang bukan sesuatu yang mudah dan perlu kesadaran tinggi untuk bisa saling bertoleransi. Sebab jika tidak, ancaman konflik akan menjadi polemik berkepanjangan yang tidak bisa dihindarkan. Begitupun dengan dakwah di tengah beragamnya agama. Kita sebagai umat dari agama yang mengajarkan rahmatan lil alamin, patut memperhatikan etika-etika dalam berdakwah, agar perselisihan demi perselisihan dengan umat beragama yang lain dapat kita cegah dan kita hindarkan.
Namun sayangnya, masih banyak kita jumpai praktek-praktek berdakwah yang dapat memicu konflik dengan umat yang berbeda agama. Seperti misalnya: merusak tempat ibadah agama lain, mengganggu kenyamanan beribadah umat agama lain, dsb. Mereka yang menempuh cara berdakwah seperti demikian, memiliki pandangan bahwa cara seperti itu adalah dakwah yang benar, dakwah yang diajarkan oleh Islam.
Lantas, bagaimanakah sesungguhnya etika berdakwah yang baik di tengah umat dengan beragam agama?