Author : Iskandar al-Warisy
16 Views
Masyarakat Eropa Menolak Akal Rasional (Memperingati Hari Jadi Al-Kahfi ke-30 - bag 2)
Masyarakat yang menolak akal rasional baik sebagai metode berfikir atau sarana memahami teks keagamaan tidak hanya kalangan umat islam saja, melainkan juga masyarakat Eropa, terdiri dari kalangan agama (Nasrani di abad pertengahan), modernisme, di masa renaissance abad 14 -17, Aufklarung (pencerahan) abad 18 dan Post Modernisme abad 19-20.
Author : Deni Bekti
16 Views
Memetik Keberkahan Al-Qur’an
Kitab suci al-Quran, diturunkan kepada umat manusia dengan membawa banyak keberkahan. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam Qs. al-Anbiyaa [21]: 50, ”Dan Al Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?” Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita umat manusia, untuk dapat menggali setiap keberkahan yang terkandung dalam risalah tersebut.
Akan tetapi sayangnya, selama ini masih banyak umat muslim yang kurang tepat dalam memahami makna keberkahan al-Quran. Ada yang memandang keberkahannya dari sudut pandang mistis pada lembaran teksnya, sehingga menjadikannya jimat/alat menolak bahaya. Ada juga yang memandang berkah pada penghafalannya, sehingga berlomba-lomba untuk menghafalkannya. Lalu ada pula yang memandang dari kesucian teksnya, sehingga tidak boleh ada penafsiran, melebihi apa yang tercantum di dalamnya. Padahal semua realitas di atas, bisa jadi belum benar-benar secara tepat mendefinisikan, apa itu keberkahan dalam al-Quran.
Lantas, seperti apakah makna sejati dari keberkahan al-Quran? Bagaimana pula langkah-langkah memetik keberkahan yang terkandung dalam al-Quran?
Author : Andi Riska Mardiana
16 Views
Terbelenggu Prestis Perguruan Tinggi Negeri (Sebuah Ironi yang Harus Ditangani)
Dapat diterima di perguruan tinggi negeri, tentu menjadi dambaan setiap siswa. Berbagai upaya akan siap mereka lakukan, asalkan bisa masuk ke kampus idaman. Salah satunya, termasuk memanfaatkan peluang melalui cara SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Tawaran SNMPTN memang begitu menggoda banyak calon mahasiswa. Salah satu sebabnya, karena caranya yang mudah, dimana hanya mengandalkan nilai yang selama ini sudah dicapai. Ini berarti, mereka tidak perlu bersusah payah untuk mengikuti ujian lagi. Namun fatalnya, banyak siswa yang tidak menyadari ironi di balik euforia ini. Sebuah dampak besar dan bersifat jangka panjang, justru siap membayangi hidup mereka, seusai jalan pintas itu mereka pilih.
Ironi apakah yang berada di balik euforia SNMPTN? Dampak mengkhawatirkan seperti apakah yang sejatinya tersimpan dalam tawaran jalan pintas tersebut?