Author : Iskandar al-Warisyi
1 Views
Dialektika Anak Kampung
Dalam sejarahnya, sebuah dialektika selalu memunculkan gagasan/pemikiran baru yang mempersoalkan hal-hal yang sudah menjadi tradisi masyarakat seperti moralitas, kepercayaan atau pandangan hidup. Hal tersebut bisa kita saksikan pada sejarah Nabi yang membawa gagasan wahyu di tengah masyarakat Arab yang bertahun-tahun menyembah berhala, munculnya gagasan kebebasan berpikir yang melawan pemikiran gereja, dan demikian yang terjadi pada Protestan yang menghadirkan perlawanan terhadap jual beli dosa dan tobat pada Katolik.
Pun sama halnya dengan Al-Kahfi. Pemahaman baru (Islam Rasional) yang dimilikinya juga lahir dari sebuah proses dialetika. Proses itu sendiri begitu panjang dimana berjalan hingga belasan tahun, dan hal tersebut dilakukan oleh seorang pemuda, di sebuah kampung kecil di Surabaya.
Bagaimanakah proses dialektika Al-Kahfi hingga melahirkan pemahaman dan komunitas baru beridentitaskan “Islam Rasional”? Apa saja nilai-nilai yang ditawarkan atas hasil dialektika tersebut? Bagaimana perbedaannya dengan gagasan Islam Rasional yang lain? Jangan lewatkan ulasannya yang akan ditulis oleh Iskandar Al Warisy pada Buletin Edisi Spesial memperingati hari kelahiran Yayasan Al-Kahfi yang-27 dan 2 tahun Buletin Spiritualisme.
Author : Dwi Satrio
1 Views
Sifat Egois, Tantangan Terberat Membangun Kultur Cinta Kebenaran
Memikirkan dan berjuang untuk memenuhi keinginan sendiri memang sah-sah saja dilakukan oleh setiap orang. Namun kita perlu waspada bila kebiasaan memikirkan diri sendiri (egois) tersebut sudah menjadi demikian besar hingga mengabaikan hal-hal yang selainnya, salah satunya pada kehidupan berorganisasi.
Mengapa kita perlu mengendalikan sifat egois pada saat berorganisasi? Seperti yang kita ketahui, tiap-tiap organisasi tentu memiliki kultur yang ingin dibangun, termasuk dalam hal ini organisasi yang kita ikuti. Dan salah satu kultur penting yang bisa terhambat karena adanya sifat egois adalah “kultur cinta kebenaran”.
Apa sejatinya dampak sifat egois pada kultur cinta kebenaran? Bagaimana cara mengelola sifat egois agar tidak merusak kultur cinta kebenaran? Ikuti kupasannya pada materi ke-2 Buletin Edisi 01.
Author : Redaksi
1 Views
Artijo Alkostar (Hakim Agung yang Tak Gentar Tegakkan Keadilan)
Siapa saja terdakwa yang mengajukan banding ke MA pasti mengurungkan niat bila berhadapan dengan hakim ini. Dialah Hakim Agung Artijo Alkostar. Bukan tanpa sebab hal itu terjadi. Artijo dikenal sebagai hakim yang sangat tegas, jujur dan tidak pandang bulu dalam memberikan vonis hukuman. Banyak contoh yang bisa kita lihat bagaimana terdakwa mendapatkan vonis yang lebih berat dari Artijo, ada yang 4,5 tahun jadi 12 tahun, bahkan ada yang dari 1 tahun menjadi 20 tahun.
Mengenai ketegasannya dalam menegakkan keadilan tersebut, Artijo mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah takut atas segala konsekuensi yang akan menimpanya. Ia pun juga diketahui sudah menyiapkan berbagai kuda-kuda dalam menghadapi godaan suap yang akan menghampirinya.
Mengapa Artijo selalu memberikan vonis yang lebih berat kepada terdakwa yang melakukan banding ke MA? Mengapa ia selalu berani menghadapi semua konsekuensi atas setiap putusan fenomenalnya? Bagaimana cara Artijo dalam mengkondisikan dirinya agar tidak terpengaruh oleh suap? Jangan lewatkan kisahnya pada bacaan ke-3 Buletin Edisi 01.