Tahun ke 2 Edisi 34

"Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tahun baru 2017 yang baru saja telah kita lewati juga disambut dengan meriah baik tua-muda, pria-wanita, tak terkecuali umat muslim. Beragam kegiatan dilakukan, mulai dari mengadakan pesta kembang api, meniup terompet, makan-makan bersama, dan masih banyak yang lainnya. Namun sebagai seorang muslim, apakah kita tahu asal muasal perayaan tahun baru Masehi? Tahukah pula bahwa di kalangan ulama terdapat pro dan kontra mengenai boleh tidaknya hal tersebut diikuti? Ya, sebagian ulama ada yang membolehkan perayaan, selama hal tersebut tidak dikaitkan dengan ritual/agama tertentu. Namun, sebagian lainnya mengharamkan karena memandang bahwa kegiatan tersebut adalah tradisi orang kafir. Di samping itu, ada juga yang melarang karena melihat banyak hal mudhorot dari perayaan tersebut, misalnya karena diisi dengan mabuk-mabukan, hura-hura dan sebagainya. Lantas, dari manakah sejatinya asal-usul perayaan tahun baru Masehi? Benarkah kebiasaan tersebut adalah tradisi orang kafir? Bagaimana pula penyikapan yang tepat setelah kita mengetahui asal-usulnya tersebut?"

"Sebagai Wali Kota yang berprestasi, ada banyak hal yang bisa dipelajari dari seorang Tri Rismaharini, Walikota Surabaya itu. Salah satunya adalah totalitas yang diberikan beliau dalam menata kota dan melayani warganya. Berbagai persoalan di masyarakat diatasinya dengan sungguh-sungguh, mulai dari masalah banjir, kemacetan, taman, kesehatan, pendidikan, dan masih banyak yang lainnya. Kesungguhan beliau untuk memberikan kontribusi maksimal kepada warganya, seolah-olah menjadi tujuan satu-satunya beliau ketika menjabat menjadi walikota. Mengapa bu Risma bisa begitu total dalam memberi kontribusi untuk masyarakatnya dan bukan sebaliknya hanya sekedar mengejar jabatan? Apa manfaat yang akan didapatkan jika seseorang demikian fokus mengejar kontribusi yang maksimal?"