Kerelaan Untuk Dikorbankan; Menggali Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Ismail
Pernahkah kita memikirkan orang kaya yang mengorbankan hartanya? Mungkin itu merupakan hal yang biasa karena sedikit harta tidak akan membuat seseorang langsung jatuh miskin. Atau pernahkan kita memikirkan seorang pebisnis sibuk yang mengorbankan waktunya untuk turun membantu korban bencana alam? Yah, mungkin menurut kita hal tersebut juga bukan hal yang istimewa, karena sedikit waktu yang diluangkan, tidak lantas merusak kehidupan orang tersebut.
Tapi pernahkah kita memikirkan seorang anak remaja yang mengorbankan hidupnya untuk sebuah mimpi yang dialami oleh ayahnya? Pengorbanan yang dilakukan anak tersebut, bukan sekedar sedikit harta yang nantinya bisa dicari kembali, atau waktu yang mengurangi kesenangannya beberapa jam dalam sehari, tetapi pengorbanan yang dilakukannya akan merenggut kehidupannya yang masih begitu panjang. Anak tersebut adalah Nabi Ismail AS. Apa yang membuat beliau begitu rela hidupnya dikorbankan?
Author : Hendra Bagus
0 Views
Mensyukuri Kegagalan Kudeta PKI di Negeri Ini
Pemberontakan dan kudeta yang dilakukan oleh PKI menjadi momen yang tidak akan pernah dilupakan oleh Bangsa Indonesia. Tidak hanya tak terlupakan tapi juga memberikan bekasan luka yang begitu dalam. Bahkan sebagian besar pihak yang menjadi korban, merasa cukup trauma olehnya. Seorang sastrawan Indonesia, Taufik Ismail mengisahkan kekejaman demi kekejaman PKI tersebut dalam sebuah puisi yang dibawakannya pada acara “Symposium Tragedi 1965”. Kekejaman yang tidak hanya dilakukan pada kaum agamawan, tetapi juga pada kaum nasionalis dan masyarakat sipil. Kekejaman yang menimbulkan hingga ratusan korban.
Kekejaman apa saja yang dilakukan oleh PKI hingga membuat bangsa ini tidak akan pernah melupakannya? Dan mengapa kita patut mensyukuri kegagalan kudeta yang pernah dilakukan oleh PKI?